Wednesday 20 August 2008

Merokok Itu Melanggar Hukum?


Apakah berita ini benar?

Jujur saya belum bisa menjawab, karena sampai saat ini perkembangannya juga baru sebatas wacana aja baik di level publik hingga badan legislatif; cuma eksekutif saja yang masih tampak cuek terhadap hal ini. Baru tadi malam (Rabu,20/8) saya menyaksikan Talk Show di televisi, yang memang kebetulan membahas masalah ini, rokok diusulkan sebagai tindakan yang dilarang negara dan disusun dalam hukum positif berwujud undang-undang. Wow, hebat sekali! itu komentar saya sesaat ketika menyaksikan Talk Show di TV One itu. Acara itu menghadirkan 2 narasumber, Imam Prasodjo (Sosiolog dan pemerhati masalah sosial) dan seorang staff dari Deperin (saya lupa siapa namanya). Untuk narasumber dari Deperin skenarionya sih mengambil peran netral, karena departeman tempat dia bertugas, normatifnya mewakili kepentingan negara artinya harus mampu mengakomodasi antara masyarakat yang merokok - sekaligus yang tidak merokok, melalui kebijakan harus menaungi kepentingan petani dan pengusaha rokok-tembakau serta masyarakat konsumen rokok itu sendiri. Tapi heran saya, staff Deperin tadi yang seharusnya netral malahan terpancing 'umpan' yang dikail baik dari si presenter hingga narasumber pertama, hingga acara itu berubah menjadi debat terbuka. Sungguh lucu dan menggelikan.

Apakah diantara pembaca sekalian sudah mengetahui wacana ini sebelumnya?
Maksud saya wacana tentang pelarangan merokok yang akan diatur dalam undang-undang? Jujur saya baru ngerti loh, itupun setelah menonton televisi tadi malam. Menurut saya ini masalah besar, dan menyangkut banyak sekali persoalan yang cukup pelik lan kompleks. Peraturan yang diatur menjadi undang-undang Negara tentu meminta konsekuensi yang tidak sederhana. Sanksi bagi para pelanggarnya pun akan berbentuk pidana mas, iih amit-amit deh ditangkap Polisi dipinggir jalan " Kenapa mas dibui..? " dan jawaban saya " kemarin, saya kepergok merokok di warung pecel lele.. ". Gak gengsi amat.

Memang beberapa waktu lalu saya juga sempat melihat dibeberapa media, Psikolog dan tokoh pemerhati anak, Kak Seto menggulirkan wacana berbentuk himbauan yang dialamatkan kepada MUI untuk mengharamkan Rokok! Waduh saya sempat kaget, tapi himbauan haram ini ditujukan hanya untuk anak-anak; lebih jauh hanya diperuntukkan bagi anak-anak yang beragama Islam saja. Loh kok begitu? Lah wong fatwa-nya juga berasal dari MUI kok, jadi yang bakal manut kan cuma orang Islam saja toh. Weleh-weleh, ada-ada saja si Komo lewat.

Kembali pada wacana mengundang-undangkan larangan merokok yang saya saksikan di televisi malam tadi yah. Saat ini, wacana tersebut (ternyata) sudah memasuki tahapan pembahasan di tingkat komisi. Entah kapan akan di paripurna-kan atau gimana prosedurnya di DPR saya kurang mudheng, intinya DPR ingin memberikan rancangan undang-undang ini ke Eksekutif begitu selesai dibahas dan di sepakati bulat-bulat. Nah lho, padahal kita tahu banget, di ruang sidang komisi DPR banyak anggota dewan yang perokok berat. Buktinya mereka yang perokok cuek-cuek aja tuh ngerokok - padahal itu kan jelas-jelas ruangan kerja, malah ber-AC dengan sirkulasi udara yang dibuat terbatas. Siap-siap pak, berhenti merokok massal.

Anyway Busway, perkembangan wacana ini sudah cukup serius dan bergulir jauh loh. Tapi sayang, dalam Talk Show malam itu para narasumber dalam memaparkan statement dan komentarnya kelewat basi tuh, rasanya tidak banyak informasi yang baru ataupun argumentasi seputar masalah merokok yang masih juga itu-itu saja; bagi saya sangat kurang menggairahkan (jika tidak mau dibilang membosankan).

Imam Prasodjo tampak kurang eling di acara itu, sebagai seorang akademisi ada harapan dalam diri saya tingkah lakunya bisa (tampak) lebih arif daripada berbicara dengan nada yang setengah teriak hingga memotong statement narasumber lain. Argumen yang dilontarkan pun masih seputar " Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin ". Kalo himbauan begini mah disemua bungkus rokok juga ada. Kemudian kritiknya terhadap TV komersial yang dapat memberikan pengaruh buruk terutama bagi anak-anak dibawah umur. Kemudian bantahannya terhadap anggapan umum yang menyebutkan industri rokok memberikan kontribusi besar kepada Negara dalam bentuk pemasukan melalui cukai tembakau, ataupun sisi ekonomi lainnya dan serapan tenagakerja dari industri rokok-tembakau ini. Serta ketidaksetujuannya akan kenyataan bahwa selama ini industri rokok lah yang mem-back up event-event olahraga. Sebut saja Liga Djarum Indonesia, A Mild IBL, dll. Statement-nya seperti ini, " Masak, event olahraga untuk orang sehat kok pelaksanaannya didukung sama sesuatu yang merusak kesehatan..? ".

Lain Imam Prasodjo, lain lagi narasumber berikutnya. Statementnya garing, sok diplomatis, dan penuh keraguan. Kalau Imam Prasodjo siap dengan data-data hasil riset, survey, dll. yang super lengkap (biasa, standar orang kampus); narasumber kedua beberapa kali berargumen tanpa dasar referensi yang jelas, malahan beberapa kali juga bertanya " valid ndak data itu..?!". Lah sebagai seorang akademisi, urusan valid nggak valid adalah hal yang sangat sensitif, Pak. Mulai dari sini nih suasana berubah 'bergelora', dituding soal validitas data, Imam Prasodjo naik pitam " Pak.. ini data dari BPS, Departemen Pertanian, dari Departemen Bapak sendiri juga ada; gimana sih? ".

Narasumber kedua panjang lebar menyampaikan bahwa Deperin sudah memiliki langkah-langkah strategis seputar masalah rokok itu. Seperti dokumen data tahun sebelumnya dimana tercatat lebih dari Rp 43 Triliun pemasukan negara dari cukai rokok, petani-petani tembakau di NTB yang mayoritas sudah makmur hingga hampir semua petani tembakau disana bisa naik haji minimal satu kali, kemudian pengaturan TV komersial produk rokok yang hanya diperbolehkan diatas jam 21.30, dengan asumsi anak-anak jam segitu udah ditempat tidur.

Masalah muncul, setelah Imam Prasodjo membuka lembaran survey dari BPS; bahwa income average petani tembakau Indonesia tidak mencapai Rp 700 Ribu/ bulan. Kemudian statement yang menyebutkan pemasukan signifikan Negara dari rokok itu tidak benar. Boleh saja data tercatat 43 Triliun lebih dari cukai rokok, tetapi dana masyarakat miskin yang habis untuk mengkonsumsi rokok tadi angkanya ternyata lebih besar dan efeknya itu yang lebih merugikan. Selain itu, memang sangat mungkin jika industri rokok disebut sebagai salah satu industri terbesar di Negara ini, mengingat jumlah perputaran uang yang segitu besarnya; namun hal ini hanya dapat dirasakan oleh para pemain-pemain kelas berat saja semisal Sampoerna, Dji Sam Soe, Djarum, Gudang Garam, dll sedangkan mayoritas penggerak industri rokok sendiri sangat sedikit sekali mendapat 'madu' manisnya; seperti para petani tembakau, buruh pabrik rorok, tukang asongan, dan sejawat-sejawatnya.

Selain itu, kritisi Imam berlanjut soal kebijakan Deperin terkait penayangan TV komersial rokok yang baru boleh ditayangkan diatas jam 21.30. Dia bertanya soal bagaimana dengan pengaturan iklan rokok di media billboard dengan ukuran raksasa dan menempati titik-titik strategis diseputar ibukota. Kebijakan Deperin masih dianggap fragmentatif dan tidak menyeluruh. Khusus untuk kritik ini, narasumber kedua cuma bisa mesem-mesem doang..

Bagaimana dengan pendapat Anda, Pembaca?

Menurut saya sih, ....



... To be continued

6 comments:

Lintang said...

Gue ga nonton talkshownya, tapi apakah Imam Prasodjo sempat membeberkan proyek kampanyenya ke depan? Saat ini ia sedang menggalang kekuatan untuk melancarkan kampanye anti pengiklanan dan sponsor rokok pada acara2 umum, khususnya untuk anak dan remaja. Tujuan akhirnya untuk menggolkan UU anti iklan rokok di tingkat DPR. Gimana hasilnya, kita tunggu aja sepak terjangnya.

Btw, gue bukan perokok, tapi pengen nanya deh, untuk para perokok, apakah efek jera ruangan khusus merokok itu bener2 efektif? Apakah benar sebuah ruangan sempit yang sumpek dan bahkan terkadang tampak seperti akuarium ikan yang mempertontonkan isinya itu mampu menjerakan si perokok?

The power of mine said...

Sayang banget aq gak sempet liat talk show nya..
Tapi in my opinion, kayaknya susah kalo peraturan dilarang merokok atau whatever diberlakukan. Pada dasarnya orang indonesia itu gak terbiasa untuk maju, hal2 sepele aja sering dilanggar. kalo mau ya peraturannya sanksinya yang berat sekalian. Orang2 Indonesia emang kudu dikerasin sih biar disiplin, malu atuh ma tetangga sebelah tuh, kayak singapore / malaysia... Pasti deh bakalan ada protes kanan - kiri, tapi itu PE-ER buat PEMDA & pemerintah, hayoo... sayapa suruh jadi wakil rakyat? hehehehe No Offense ya, tapi emang tugas wakil rakyat itu beratkan ?

Intinya asal orang itu tau kalo ngerokok efeknya gak baik, ngerugiin diri sendiri apalagi orang lain.

jadi yang masih ngerokok itu, walaupun dia udah tau efeknya gak baik, pada dasarnya dia blm tau akan efek ituuu.. Duuh.. Sekali lagi no Offense :D

kodokijo said...

dari dulu perdebatan tentang larangan merokok gak ada habisnya.
saya pribadi sih jujur aja termasuk perokok, tapi ya tau diri kalo meokok di tempat umum. btw kalo memang benar rokok bakal dilarang atau diharamkan, baiknya memang harus dikaji dengan hati2x sekali, karena ini memang benar2x bisa mengganggu stabilitas ekonomi nasional, dari sisi tenaga kerja pabrik rokok sampai kepada pendapatan dari cukai rokok yang sangat besar.

-setiaji-
www.kodokijo.net

atmosfer kata-kata said...

siapa yang merokok? hayuu.. mengaku! hehe

saya merokok,dengan sangat tidak bangga. sedangkan untuk smoking room macam akuarium, ndak ada yang complain tuh (sejauh yang saya tau..)

lebih2 kalo merokok di smoking room-nya XXI, wah exclusive sekali. bahkan semua hotel*5 menyediakan main lobby atw coffe shop-nya untuk para perokok. wah, giman dong kalo begini?

Imam Prasodjo memang campaign soal anti ciggs advertisement, walaupun ndak rigid bgt..

yuk, kita tunggu sepak terjang wacana ini.

makasih

cheers!

atmosfer kata-kata said...

dear the power of mine,

harus dikerasin? wah mungkin benar, tapi saya harus juga tanya balik; kenapa harus dikerasin kalo dilembutin sebetulnya juga bisa?

memang pelanggaran disekitar kita udah nggak terhitung lagi,sampe bingung mana yang bener mana yang salah. tapi apa sepenuhnya kesalahan masyarakat? belum tentu deh..

asalkan pelanggaran tidak didiamkan saya pikir masyarakat kita cukup bijak untuk bisa menaati, tapi karena pemerintah juga mendiamkan yaa jadinya makin ribet lan kompleks..

yuk taati peraturan, 3M jg boleh :)

cheers!

atmosfer kata-kata said...

Hi Mas Setiaji a.k.a kodokijo

wah sepakat mas, saya aja kalo makan di restoran (nggaya..hehe) pasti tanya dulu : "boleh merokok, mba?"

memang sya sama sekali tidak bangga dengan kebiasaan saya yang satu ini, tapi dengan merokok pada tempatnya merupakan sedikit dari bentuk kesadaran saya bahwa merokok tapi bukan di sembarang tempat.

saya pikir harus ada REGULASI!
merokok monggo, tidak merokok sae banget..

thanks,

Cheers!