Wednesday 4 August 2010

Jom Tengok Malaysia!





Medio Juli 2010 mungkin menjadi salah satu periode waktu yang akan selalu gue ingat. Selama waktu yang singkat itu, atau kurang lebih lima hari gue akhirnya punya kesempatan berkunjung ke salah satu Negara tetangga kita, Malaysia. Walaupun Malaysia sendiri bukan menjadi salah satu Negara impian yang pengen gue datengin, tapi apa lacur; toh kesempatan jarang datang dua kali kan.

Kalaupun boleh milih, gue akan lebih interest untuk bisa plesir ke Thailand atau Vietnam. Emang sih nggak ada alasan yang spesifik, cuma gue anggap Thailand atau Vietnam berasa lebih eksotis aja; atau mungkin gue salah? Whatsoever. Ada sejarah panjang hubungan bangsa kita dengan grafik naik turun dengan Malaysia. Bangsa kita dan mereka pernah sama-sama berjuang lepas dari kolonialisme menuju revolusi kemerdekaan. Malaysia juga pernah sama-sama ikut Indonesia dan beberapa Negara baru merdeka lainnya mendirikan organisasi Non-blok masa waktu perang dingin. Tapi, mantan presiden kita sendiri, Soekarno yang pernah bikin kampanye ‘Ganyang Malaysia’ lantaran perebutan sebagian wilayah Borneo. Lepas itu, hubungan bangsa kita terus mengalami pasang-surut.

Indonesia vis-à-vis Malaysia
Pintu kerjasama yang terbuka lebar-lebar di bidang pendidikan, ekonomi dan kebudayaan di zaman orde baru, dimanfaatkan dengan sangat baik sekali oleh Malaysia. Dimana waktu itu kondisi ekonomi dan pembangunan di Indonesia relatif sama atau bahkan sedikit agak lebih bagus dibandingkan Malaysia. Hingga ada banyak mahasiswa-mahasiswa ‘Jiran’ yang menimba ilmu dalam-dalam di univeritas-universitas negeri terkemuka di Indonesia, sebut aja diantaranya UI, UGM, ITB, UNAIR, dll. Selain itu, import tenaga guru Indonesia ke Malaysia pun begitu massive. Kalo boleh gue bilang, ini strategi investasi yang amat cerdik sekaligus visioner dari mereka. Buktinya 20 – 30 tahun setelah itu program ‘cerdik’ mereka tadi, sudah mulai terasa hasilnya seperti sekarang.

Pembangunan mereka jauh lebih ‘Gila’ dan kerasa banget udah ninggalin bangsa kita yang hobinya malah main cakar-cakaran sesama saudara sendiri, daripada bikin program pembangunan yang sustainable. Nanti gue ceritain apa aja ke-‘Gila’-an mereka dalam hal pembangunan, tentunya sejauh penglihatan gue; di paragraf-paragraf berikutnya. Mungkin gambaran sederhananya di bidang pendidikan aja deh, ada banyak lulusan SMA dari Indonesia yang lebih memilih belajar ke Malaysia untuk level bachelor, master, atau bahkan gelar doktoral. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, dan kualitas tentu jadi salah satu dasar dari beberapa pertimbangan yang lain.

Ngomongin sedikit soal pasang surut hubungan bangsa kita dengan Malaysia, mungkin nggak akan ada abis2nya. Kalo gue nggak salah inget, dulu ada program live conference antara TVRI dengan TV3 (gue lupa apa nama program-nya), ini indikator hubungan yang masih mesra. Lepas itu, ada banyak sentimen jelek diantara kita. Sebut aja soal batas wilayah pulau Sipadan – Ligitan, masalah TKI ‘Indon’ yang nggak beres-beres, atau klaim kebudayaan batik, wayang kulit, tari pendet, lagu rasa sayange, reog Ponorogo dan sebagainya, ikutan juga DR. Azhari yang doyan main ‘petasan’ di Negara kita, bahkan sampe urusan Manohara aja sentimen antar bangsa sempet ikut kena imbasnya. Itulah dinamika hubungan Indonesia - Malaysia, yang mungkin juga bakal terus berlanjut dalam episode-episode berikutnya.


Persiapan, Terbang, and Hit-Ground!

Oke-oke, mungkin obrolan gue udah nyasar kejauhan kemana-mana. Anyway, Jeda waktu rencana persiapan gue sampai jadwal keberangkatan sekitar dua minggu aja dulu, ini juga yang sempet bikin sewot istri gue. Maklum sindrom pengantin baru (hahaa.. baru-nya tapi udah 4 bulan) belum bisa lepas jauh-jauh, sinyal sekalian koneksinya masih kuat betul sih,hehe. Sayang istri gue gagal berangkat karena kerjaan-nya yang belum bisa ditinggal. Traveling ini juga betul-betul ‘kebetulan’ karena awalnya kakak gue minta ditemenin untuk dateng ke undangan pernikahan anak dari relasi bisnis-nya di Malaysia (judulnya kondangan lah..hihi). Emang dasar gatel travelling, habis izin ke istri (tetep sih dikasih tapi plus muka cemberut) sekalian gue minta cuti enam hari dari kantor, langsung gue siapin passport dan NPWP biar bebas bea fiskal juga, lagian sesama Negara ASEAN gak perlu ribet-ribet ngurus visa atau wawancara segala macem. Seminggu sebelum berangkat, tiket pesawat dan reservasi hotel Alhamdulillah udah fixed, tinggal ngitung ongkos yang pastinya gak seberapa lah (maklum diajak; alias numpang,hoho..).

Singkat berita, hari Kamis (15/7) gue berangkat dari cengkareng dengan jadwal take-off 09:40 WIB. Satu setengah jam sebelum terbang gue dan rombongan udah sampe bandara. Untuk keperluan check-in, confirm cap fiskal imigrasi dan bagasi cukup sekitar 30 menit aja udah beres. Waktu sekitar satu jam kita pake untuk ngemil-ngemil aja di executive lounge HSBC, lumayan buat ganjel perut karena nggak sempet sarapan paginya. Perjalanan makan waktu 105 menit aja pake Malaysia Airlines, dan penerbangan MH 712 akhirnya landing mulus tepat 11.45 waktu Malaysia. Dari sini lah cerita pengalaman gue di Malaysia dimulai.

Sekitar 5-10 menit pesawat mendekati landasan, landscape hinterland Kuala Lumpur udah mulai nampak. Lebih kurang 10 menit itu kita bakal disajikan pemandangan hamparan hijau kebun (atau lebih tepatnya hutan kali yaah..) tanaman kelapa sawit yang luas banget..nget..nget! yah nggak heran juga sih, karena Malaysia sendiri jadi salah satu Negara penghasil CPO (crude palm-oil) terbesar dunia, ngalahin Negara kita. Padahal urusan lahan garapan jelas-jelas Indonesia jauh lebih lega dibanding Malaysia. Dari atas juga udah keliatan tuh penataan kota yang rapih antara lokasi hutan kelapa sawit, pemukiman, sungai dan jalan raya disana. Coba bandingin aja saat-saat kita akan mendarat di Cengkareng! (Cuma agak kebantu kalo kita mendarat lepas maghrib, gak terlalu keliatan kumuhnya..hihi) Bukan maksud jelek-jelekin Negara sendiri, tapi udah kenyataan emang dari atas keliatan banget tuh gimana acak-acakannya kota Jakarta. Dimana pemukiman dimana area industri sampe aliran sungai juga tak cantik dipandang.. ooh, bangsaku yang malang. Anyway, akhirnya gue mendarat juga di KLIA (Kuala Lumpur International Airport).

Oiya, ada satu ciri khas Malaysia Airlines setiap mau take off atau landing. Penumpang pesawat sayup-sayup akan di perdengarkan musik kesenian tradisional Malaysia, entah musik gambus atau apa itu namanya pokoknya seni musik yang kental melayu banget. Kenapa hal ini ikut gue ceritain? Soalnya dari beberapa penerbangan baik domestik maupun internasional yang pernah gue jalanin, baru kali ini gue rasain ada tabuh-tabuhan rebana yang nambah aliran adrenalin pas take off dan landing,hehe..
Sesaat setelah gue melangkah keluar pesawat didalam moncong ‘belalai gajah’ yang menghubungkan pesawat dengan terminal airport, rasa penasaran mulai muncul tentang rated KLIA yang sempet gue baca di detik.com beberapa bulan yang lalu. Dalam artikel itu, menurut badan sertifikasi kelayakan international airport; KLIA adalah airport terbaik di kawasan Asia, dan gue pikir gila amat nih airport!! Karena Asia kan masih ada Jepang, Korea, atau China?? Indonesia gak masuk itungan kali yee..huhu

KLIA
jreeng..jreng.. ternyata menurut gue penilaian tadi terhadap KLIA is Overrated!!! Kenapa sebabnya?? Pertama, petugas bandara ‘berseragam hitam’ Malaysia pelit senyuman (apa karena ini flight dari Indonesia aja kalii? *netting..hehe) kedua, alokasi loket imigrasi KLIA nggak cukuplah cuma disediain 7 gate doang pas entry-peak hour kayak pas gue sampe itu. Subhanalloh itu antrian ‘ular naga’ panjangnyaaaa..!!

ketiga, untuk jadi airport terbaik menurut gue KLIA is way too pale! Malah menurut gue KLIA tuh lebih mirip hanggar raksasa yang ditata bagus aja, yaa tapi nggak cukup cantiklah untuk disebut sebagai yang terbaik. Misalnya, coba kita bandingin sama Changi Airport Singapore deh. KLIA nggak punya entertainment center sebanyak Changi, sedangkan Changi kasih flight passengers beragam pilihan untuk ngilangin rasa bosen sambil nunggu departure schedule.

Changi is airport in the mall or mall is inside the airport? Sampe-sampe kita kayak nggak kerasa lagi ada di airport untuk nunggu jadwal berangkat pesawat. Apalagi, ditambah setelah kita checking-in di Changi, full area lantai dilapis karpet halus.. emmm bikin betah! Pilihan booth hiburan juga ada banyak, misal beberapa booth Nintendo X-Box, mau sampe bosen juga hayuu. Belum lagi koneksi internet PC yang ada berantakan dimana-mana, sekalian sama restaurant row-nya (Burger King still my favorite..hehe), atau ada beberapa arena children playground, karena emang biasanya nih anak kecil yang suka pada rewel kalo pas nunggu pesawat. Walhasil waktu dateng apalagi pas pulang dari KL, bener-bener gue dibuat bosen. So, KLIA is obviously overrated laah!! Walaupun Bandara Soekarno-Hatta pun belum berani juga sih untuk dibandingin, apalagi soal kebersihan… (T_T)” *sedih.


Jom Tengok Malaysia!

Baggage checked, langsung order TEKSI (Taksi deng..) tujuan ya pasti tempat kita nginep di daerah Times Square KL. Cuaca siang yang panas bikin gue beserta rombongan ‘TKW’ dadakan ini udah pengen buru-buru aja sampe ke hotel. Ditambah porsi konsumsi pesawat yang tak memenuhi standar kapasitas perut gue, bikin laper banget. 10-15 menit perjalanan darat dari airport cukup boring. Karena kanan-kiri kita cuma hutan sawit lagi dan lagi, sesekali aja ada deretan perumahan-perumahan yang keliatan baru selesai dibangun. Disana juga antrian di gerbang tol hampir-hampir gak ada, selain gerbangnya banyak kita juga gak perlu sibuk-sibuk cari uang receh untuk bayar tol. Cukup deketin aja kartu smart tag ke alat scanner, toink.. portal hidrolik udah otomatis naik-turun.

Makin mendekati pusat kota, sekarang suasana jadi makin rame. Tapi tetep namanya jalan tol ngga ada istilah macet macam tol lingkar dalam kota Jakarta. yang tadinya gue bosen ditambah laper mulai agak-agak terobati karena menara kembar Petronas mulai nongol lebih tinggi dibanding gedung-gedung disekitarnya. “Jom tengok.. KLCC dah tampak lagi” (ayo lihat,menara kembar sudah keliatan) supir Teksi sambil nyengir-nyengir ngomong ke gue.

Sepuluh menit kemudian gue udah nurunin koper-koper dan tas dari bagasi Teksi menuju lobby hotel. Setelah konfirmasi booking, ternyata kamar baru ready sekitar 45 menit lagi. Karena lokasi hotel yang nyatu sama mall, langsung lah kita hunting makanan ke food court. Disana kita gak perlu khawatir cari mana makanan yang halal, mungkin malah sebaliknya; agak susah kali yaa cari-cari makanan yang gak halal..hehe


Bukit Bintang, the hang-out places..

Hari udah mulai beranjak sore, barang-barang dan baju udah selesai gue unpacked. Jam dua siang adzan dzuhur baru kedengeran, karena emang di Malaysia waktu sholat agak-agak molor. Jam 6 pagi lewat masih remang-remang dan baru masuk waktu adzan subuh, ashar baru sekitar jam 5 sore, dan seterusnya jam 7an waktu maghrib, isya sendiri udah jam 8an lewat.

Bosen ganti-ganti channel tv yang jumlahnya nggak lebih dari 15 doang (itu juga plus saluran tv kabel yang boleh tayang disana), bikin pengen cepet-cepet langit berubah jadi lebih gelap dan enak dipake untuk jalan-jalan. Taa-ddaa.. sekitar jam 8 malem, akhirnya gue udah selesai mandi untuk yang kedua kalinya hari itu, jeans-keds-shirt jadi dress-code pasti. Gue sama kakak gue turun ke lobby dan pasang ancang-ancang untuk jalan kaki ke daerah Changkat Bukit Bintang, salah satu satu kawasan hang-out favorit di KL. Walaupun ini bukan pengalaman pertama kakak gue ke KL, tapi karena sebelum-sebelumnya ngga stay di daerah sini jadi malahan gue yang sedikit lebih hafal. Karena sorenya gue sempet jalan-jalan sendirian, bahkan sampe ke daerah Pavilion..hehe

Changkat Bukit Bintang kalo gue boleh bandingin, mungkin mirip-mirip sama daerah Kemang Jakarta Selatan lah. Kanan-kiri berjajar restaurant-restaurant outdoor dengan live music, mirip daerah Legian kalo di Bali. Daerah sini juga jadi lokasi favorit bule-bule untuk mingle, lengkap dengan gelas-gelas bir ukuran badak! Kalo kita nyeberang dari Low Yat Plaza ke Bukit Bintang interseksyen, jadi tempat yang paling pas untuk belanja barang-barang KW-an dan souvenir oleh-oleh Malaysia yang mursidah alias harum bin murah. Standar lah; kaos-kaos I <3 KL, hiasan ukiran perak Petronas Twin Tower dari perak, gantungan kunci, magnet kulkas, dll. rata-rata 10RM per piece-nya. Mungkin temen-temen inget sama Lucky Plaza di ujung Orchard Road? Kira-kira mirip gitu lah.

Dan gak berapa jauh dari situ, pusatnya makan buah Durian! Gue bedua kakak gue abis makan satu Duren segede-gede kepala sapi (baca: lebay! hehe) di tempat. Dan duah buah lagi dibungkus untuk dibawa ke hotel, yang tentunya udah dikupasin sama pakciknya. Sedangkan ngesot sedikit ke arah barat, sepanjang jalan kanan-kiri, tempatnya restoran-restoran tenda Thailand dan Vietnam cuisine. Mulai dari ikan-ikanan, pork bacon, sampe kalajengking ada disini. And I think I’ll pass for several menus offered deh..hihi

Puas jalan-jalan bikin kaki lumayan pengkor. Ada deretan kursi-kursi selonjor dan mbak-mbak yang nawarin pijet refleksi, lokasinya juga outdoor. Tapi karena liat jam tangan udah menunjuk 12 malam lewat, gue dan kakak gue lebih milih langsung balik ke hotel. Karena mesti hemat energi lagi untuk besok, karena jadwal masih lumayan padat deh.

Monorail Experience
Besoknya hari udah mulai terang, selesai sarapan jam 9 kita udah siap untuk keliling KL. Instead of using Teksi, kita serombongan lebih milih naik Monorail dari stesyen Imbi yang lokasinya tepat didepan lobby Berjaya Hotel. Tarif untuk adult RM1.30, sedangkan untuk toddlers under supervision masih dibiarin gratis. Gak beda sama TransJakarta, dari beli tiket di loket sampe masuk lewat passing gate-nya cukup gampang. Beda sama kereta MRT di Singapore, yang without human assisted agak bingung untuk naik pertama kali. Papan informasi dan peta penunjuk arah-nya pun cukup jelas, ada bahasa melayu dan Inggris. Tujuan kita ke KLCC Tower, tapi karena ngga ada jurusan yang langsung kesana, jadi kita mesti sambung lagi ke kereta Kelana Jaya (Kereta Subway Kuala Lumpur) dari stesyen Bukit Nanas. Singkat cerita, kita turun di stesyen sesuai petunjuk. Tapi karena dalam rombongan juga ikut serta bocah-bocah, mulai deh ‘rungsing’ dan ke-gerah-an. Jadilah kita sambung lagi pake teksi untuk bisa sampe ke KLCC as planned.

Oiya, beware untuk temen-temen yang ada rencana ke KL juga yah. Kalo naik dari pinggir jalan, supir teksi disana hobinya main tembak argo. Patokan-nya, untuk daerah sekitar down town KL tarif toleransi teksi sekitar 10-15RM aja, jangan mau lebih dari itu. Sedikit saran aja sih dan tanpa bermaksud rasis sama sekali, sejauh pengalaman gue disana. Lebih baik pilih supir taksi orang melayu aseli deh, karena mereka lebih ramah dan enak diajak ngobrol. Kalo kebetulan dapet supir teksi ‘ngkoh-ngkoh’ (chinese), mereka cukup baik tapi pelit omongan, alias seadanya aja. Dan ini dia, hati-hati sama supir india, karena mereka yang paling gokil soal nembak tarif, udah gitu galak-galak dan ogah banget diajak ngobrol; boro-boro senyum.. (-_-)” grrrrr! Tapi mungkin itu cuma oknum sih, oknum mayoritas.. =D bwahahaa..

Balik lagi ngobrolin soal Monorail, menurut gue monorail itu moda transportasi yang sangat ideal untuk kategori kota-kota besar, terlebih lagi untuk ibukota Negara macam Kuala Lumpur dan Jakarta. Selain lebih cepat dan murah, Monorail juga punya lintasan sendiri diatas jalan raya. Jadi lalu lintas kendaran bermotor sama sekali nggak terganggu, beda sama TransJakarta yang ngambil badan jalan raya kan. Lebih dari itu, model Kuala Lumpur yang sarana transportasi umum-nya selain Monorail ada juga subway dan Bas intercity dengan sistem shuttle; bersih dan nyaman. Nggak heran kalo kejadian ‘jam teruk’ atau jalanan macet terbilang jarang atau gak separah Jakarta terutama di jam-jam wajib macet.

Jom Tengok Malaysia Pt. 2




KLCC Suria Mall Day-1
Finally, kita sampe juga ke tempat tujuan, KLCC! Situs iconic Malaysia, terutama KL. Ketara banget kalo rakyat Malaysia sangat bangga sama bangunan ini. Bangunan yang dikenal dengan beberapa nama. Diantaranya Menara Petronas, Twin Towers, Menara Kembar, dan dengan nama resmi KLCC Towers. Ada dua menara; east dan west tower, yang sekaligus jadi gerbang masuk selain jalur bawah tanah yang terintegrasi langsung dengan stesyen kereta bawah tanah Kelana Jaya. Selain didalamnya ada Suria Mall, KLCC Tower juga dilengkapi ruang pertunjukan orchestra, Museum Petrosains, Air Mancur ‘Menari’ di sebelah timur dan wisata unggulan; Sky Bridge. KLCC Tower juga sangat terkenal sebagai salah satu gedung tertinggi di dunia. Gedung ini juga sempet dijadikan lokasi syuting film produksi Holywood Entrapment yang dibintangi Chaterine Zeta-Jones dan Sean Connery, so gak salah juga kalo KLCC Tower merupakan situs kebanggan rakyat Malaysia.

Untuk wisata Sky Bridge, perjuangan-nya lumayan besar juga untuk sampe bisa naik ke jembatan penghubung KLCC Tower ini. Sky Bridge sangat terkenal karena memang letaknya yang sangat tinggi, jadi kita bisa lihat kota Kuala Lumpur dengan jelas dari ketinggian; promosinya sih ‘terasa seperti terbang diatas langit’. Dengan sudut pandang 180° dan terbungkus kaca tebal, jadi kita pasti dibuat puas memandang jauh ke seluruh bagian KL. Wisata macam ini sebetulnya udah ada juga yang mirip-mirip di Negara lain. Kalo di London, ada London Eye. Bentuk London Eye mirip banget sama Singapore Flyer, atau baru-baru ini Singapore punya Sky Park yang lebih dahsyat lagi untuk lihat pemandangan kota dari atas langit. Sedangkan Jakarta, kita punya tugu Monas untuk wisata ketinggian..hehe berminat?

Pengunjung mesti rela antri dari jam 7 pagi untuk dapet tiket gratis ke Sky Bridge KLCC Tower. Udah 2 kali gue bela-belain bangun pagi untuk ikutan antri jam 7.15 pagi dan selalu kehabisan tiket. Walhasil, hilanglah kesempatan untuk bisa naik ke Sky Bridge. Hopefully, there would be another KL trip dan Sky Bridge gak boleh sampe kelewat untuk yang kedua kalinya, amiin!!

Waktu udah menunjukkan 2.30 PM waktu KL. Niatnya gue dan 2 keponakan kecil mau sekalian masuk Petrosains, tapi karena udah kesiangan jadi tiket yang udah terlanjur gue beli di extend untuk kunjungan besoknya. Akhirnya kita putusin untuk ngelanjutin kunjungan ke KLCC Tower dan Petrosains di hari berikutnya. Sebelum balik ke hotel, the rombongan ‘riweh’ sempet-sempetin juga untuk foto-foto dulu di salah satu taman yang jadi lokasi ideal untuk bergaya dengan background menara kembar yang full keliatan. Puas sesi foto kilat, Jam 3an kita udah sampe di hotel dan istirahat sebentar.

The Pavilion
Hari emang udah agak sore, sekitar jam 4 sore badan masih kerasa agak-agak capek. Tapi perasaan kok sayang juga yah kalo hari itu cuma habis di kamar hotel doang. Akhirnya gue dan kakak gue kompakan untuk ngelanjutin perjalanan ke salah satu Mall favorit di KL, The Pavilion. Jaraknya emang gak terlalu jauh dari hotel, tapi karena matahari masih terlalu ‘gagah’, daripada jalan kaki jadilah kita milih naik teksi aja kesana. Kita bedua dianter sama uncle noor aziz, supir taksi baik hati aseli melayu yang sekalian milihin tempat belanja oleh-oleh cokelat di Barley’s Chocolate Factory. Selama dalam perjalanan kita ngobrol agak banyak sama uncle, kayak obrolan seputar spot-spot wisata apa aja di sekitaran KL. Uncle sih nyaranin kita untuk sekalian aja ‘bersiar’ ke daerah Genting Highland, karena disana ada banyak banget pilihan wisata; tapi karena waktu kita yang pendek banget, yah rencana itu mesti postponed dulu lah.. maybe next time! Hehe.

Dan dari uncle juga, gue baru tau kenapa ada banyak banget turis-turis asal Arab yang seliweran di KL. Somehow gue agak-agak de javu juga sih, saking banyaknya orang arab plus burka dan cadar-nya, jadi keinget lagi sama perjalanan gue ke Jeddah sekitar setahun lalu. Ternyata, alasannya karena bulan-bulan ini, daerah timur tengah tuh udah masuk musim panas. Jadilah mereka ‘eksodus’ sekalian liburan keluar Negara mereka yang emang lagi panas-panasnya, salah satunya yah plesir ke Malaysia ini.

Anyway, sampailah kita di The Pavilion Centre Mall. Begitu turun gue disambut dengan panggung ukuran lumayan besar disebelah lobby utama Mall, ternyata ada pertunjukan musik dan kebudayaan aseli Maroko.. arab banget nih tema-nya, ahh cape deh!
Bangunan The Pavilion Mall, either inside and outside gak beda-beda jauh sama Mall yang ada di Jakarta. Malah kalah besar dibanding Senayan City atau Grand Indonesia, tapi salah satu ciri khas Mall ini adalah suasana-nya yang seru. The Pavilion jadi tempat favorit anak-anak ‘abg’ KL untuk mejeng.

Tempatnya persis di sekitar air mancur di depan lobby utama, yah semacam boulevard yang luas gitu. Yang bikin gue amaze adalah untuk urusan fashion ternyata gaya anak-anak abg disini cukup ekspresif juga, walaupun gak terlalu beda jauh sama anak-anak Jakarta. Cuma yang bikin menarik tuh, di satu tempat inilah mereka semua betul-betul tampil semaksimal mungkin. Mirip catwalk raksasa lah..hehe

Siap-siap Kondangan!
As I told you in the beginning of this story, the main reason why we visit here to Malaysia; is to attend a wedding reception of my sister business-collegue daughter. Alias mau kondangan! Hehe. Masih di hari yang sama, sehabis puas menelusuri Pavillion Mall gue dan kakak gue balik lagi ke hotel untuk beres-beres dan bersiap ke acara resepsi pernikahan. Acaranya sendiri di Mandarin Oriental Hotel, kalo dari daerah Times Square, tempat gue nginep; butuh sekitar 15 menit aja untuk sampe kesana (tapi tanpa ada halangan jalanan ‘jam teruk’ loh yaa, kalo traffic jam gak tau juga..). Jam 7.30 PM kita semua udah cantik-cantik, karena cuma gue satu-satunya cowok dalam rombongan ini,hehe.

Oiya hampir gue lupa cerita, selama perjalanan kita di KL ini dari hari pertama kita selalu ditemenin sama temen kakak gue yang kebetulan stay di KL, tepatnya di daerah Selangor. Namanya Kak Zuhra (duileee..kakak! hihi) atau let say, mama chacha. Baik hatinya mama chacha, karena di sela-sela kesibukannya di KL yang jadi dosen dan sekalian lagi study gelar doctor-nya, masih juga sempet-sempetin nginep di Berjaya hotel tempat kita stay ini. Chacha dan keponakan-keponakan gue Mayra dan Umara juga kompak, jadi tambah seru aja deh.

Berangkat dari Times Square, udah hampir jam 8 PM. Dibawah kendali mama chacha sebagai ‘GPS Driver’ (maksudnya totally depend on GPS direction..hehe) akhirnya kita berangkat. Dan bener kejadian, ternyata keadaan traffic emang lagi macet-macetnya terutama jalan menuju ke Mandarin Hotel. Somehow penyebab macetnya sendiri adalah tamu-tamu undangan resepsi pernikahan ini, ampun deh. Walhasil, sekitar Jam 8.30 PM kita akhirnya ada di lobby Mandarin Hotel. Kebetulan tuan rumah nyediain satu kamar untuk kakak gue nginep di hotel ini, dan setelah check-in beres meluncurlah kita menuju acara kondangan!


Hajatan a la Malaysia

Basically, ngga ada yang terlalu jauh berbeda dalam acara resepsi pernikahan dengan bangsa kita. Mungkin akan lebih detail dibandingin kalo gue bisa dateng ke acara akad pernikahan mereka, tapi akad nikah-nya cuma dihadiri oleh keluarga terdekat aja pagi harinya. Resepsi pernikahan ini sendiri mengambil konsep Melayu-modern, suasana-nya juga mirip-mirip kalo kita dateng ke acara pernikahan orang melayu seperti tradisi Riau, Minang, atau Palembang.

Bedanya, baik laki-laki dan perempuan dewasa disana lebih memilih baju adat dibanding memakai stelan jas atau gaun. Selain itu, kurang jamak bagi tamu–tamu undangan untuk makan sambil berdiri macam resepsi disini. Jadi memang disediakan meja dan kursi-kursi yang berderet memanjang, sedangkan acara hiburan sendiri disediakan area kosong untuk pertunjukan musik dan ‘dansa-dansi’.

One of the funniest story for me is, I’m the only person who wear Batik on this occasion! Ahaha.. instead of being alienated, weirdly I feel so proud; proud of my Batik outfit! Hehe.. it also took quit an attraction, shown from how people staring at me. Only god knows what’s on their mind.. ahaha.

Yup betul, ternyata kalo mau jujur memang sebetulnya batik itu bukan identitas murni orang Malaysia. Beda banget kan kalo Batik itu bener-bener hasil kebudayaan mereka, tentu tampak dari penampilan mereka dalam event-event formal macam acara pernikahan. Menurut gue Malaysia agak ‘keukeuh’ untuk meng-klaim Batik yaa karena alasan ekonomis aja. Karena Batik itu emang betul-betul-betul cantik! sekaligus bernilai ekonomi tinggi.

Selesai acara gue balik ke Times Square. Sedangkan kakak gue dan rombongannya nginep disana, dan janjian sarapan bareng besok pagi-nya di Mandarin. Really a great experience attending this event!


Amazing Petrosains

Hari minggu cuaca sangat cerah di Kuala Lumpur, cocok banget untuk jalan-jalan lagi. Karena kemarin gue udah beli tiket masuk Museum Petrosains, jadi hari ini rencana bener-bener fokus pergi kesana sama keponakan-keponakan gue. Selesai sarapan jam 9.15 dari Mandarin Hotel, perjalanan cukup 5 menit aja dan udah sampe ke KLCC Tower. Gue dan keponakan bisa jalan kaki santai, sambil nikmatin udara pagi yang masih bersih.

Pintu masuk pertunjukkan gelombang 1 dibuka tepat jam 10 pagi. Gue dan ‘krucil-krucil’ excited banget sambil nunggu di antrian masuk. Gak lama kita udah naik kereta listrik menuju ke wahana-wahana ilmu pengetahuan yang ada di Petrosains. Sepanjang perjalanan didalam kereta ini, ada semacam interlude lewat audio-visual dengan teknologi 3D yang wow! Isinya tentang penanaman nilai-nilai kecintaan terhadap alam dan terutama rasa nasionalisme Malaysia.

Sejak usia dini anak-anak di Malaysia udah ditanamkan nilai kecintaan yang besar terhadap bangsanya. Pikiran gue, yah nggak salah juga sih kalo generasi penerus Malaysia tuh punya sense of belonging dan dignity yang tinggi terhadap tanah airnya. Dan semua kebanggaan ini berawal dari kemampuan mereka mengolah hasil alamnya secara mandiri; salah satunya dengan Petronas-nya. Nah, kalo bangsa kita sendiri gimana dong??

Konsep dari Petrosains menurut gue sangat brilian. Karena menyuguhkan pelajaran tentang ilmu pengetahuan secara fun dan atraktif, daripada rumit, kaku, dan membosankan. Ada banyak wahana yang simple dan menyenangkan banget, cocok untuk anak-anak dari usia balita sampe SMP; jadi mereka lebih mengenal dan lebih tertarik pada dunia ilmu pengetahuan. Ada beragam section ilmu pengetahuan seperti Geologi, hidrologi, paleontology, vulkanologi, oil & gas, minning, biologi, fisika, miniatur drilling Petronas di tengah laut, dan masih banyak lagi. Pokoknya waktu 2 jam lebih didalam Petrosains sama sekali ngga terasa.

Jam 12 siang akhirnya gue dan keponakan keluar dari area Petrosains. Lumayan puas, sekaligus agak-agak iri juga sih sama pembangunan dan kemajuan Negara serumpun kita yang satu ini. Tapi intinya bukan iri yang destruktif, gue tetep yakin kok kalo bangsa kita punya komitmen, kemauan, dan kerja keras; gak ada alasan kita gak bisa seperti mereka, bahkan lebih maju dari mereka, kan?


IKEA

Akhirnya kita kumpul lagi sama seluruh rombongan, sambil makan siang diisi cerita gimana serunya pengalaman di Petrosains tadi, keponakan kecil gue makan banyak banget (yang biasanya agak susah makan..hihi). Setelah cukup kenyang makan siang, kita udah siap-siap berangkat lagi ke daerah Petaling Jaya. Tujuan ke IKEA Store, toko super gede tempat pernak-pernik furnitur dan home appliances lainnya yang lengkap. Keistimewaan barang-barang IKEA ada di desain dan kualitasnya, cuma ciri khas IKEA itu barang yang kita beli umumnya unwrapped. So, setelah beli dan dibawa pulang kita mesti bongkar-pasang sendiri.. dikerjain orang Swedia tuh beli IKEA,hehe

Main ke apartment Chacha…
Udah capek keliling dan beli barang keperluan di IKEA, yang kebetulan jaraknya nggak jauh dari apartment tempat Chacha dan mama-nya tinggal. Tepatnya ada di daerah Selangor, sekitar 30 Menit dari pusat kota Kuala Lumpur. 10 menit perjalanan dari IKEA kita udah sampe di dalam Apartment Chaca di lantai 19, untuk istirahat sebentar sekalian sholat ashar.

Jam 6 PM perut mulai terasa agak laper, dan mama chacha ajak kita ke tempat makan yang enak gak jauh dari apartment, namanya Al-Shifa. Yang terkenal dari Al-Shifa itu teh tariknya yang khas Malaysia, ditambah madu; dan jadilah the famous ‘two-layer tea’. Tempatnya lumayan cozy dan dijadiin nongkrong anak-anak muda disana, karena bisa sambil santai sekalian nyeruput bong shisa.
Makanannya juga enak-enak, umumnya menu aseli india. Kalo ada yang sempet mampir ke daerah Selangor, mesti nih mampir sebentar ke Al-Shifa (deuuuh.. kok viral marketing gene siih!!

Sebagai kawasan hinterland Kuala Lumpur, daerah Petaling Jaya dan Selangor umumnya jadi tempat pemukiman warga yang sehari-hari beraktivitas atau kerja di pusat kota KL. Selain living cost KL yang jauh lebih tinggi dibanding daerah pinggiran, tentu daerah suburban jadi tempat ideal untuk tinggal dengan kondisi lingkungan yang lebih nyaman. Jam 7 PM kita dadah2an sama chacha dan kak Zuhra, balik lagi ke Times square pake teksi. Wow, hari yang bener-bener seruuuuu!!


The Last Day

Waahhh.. gak terasa, sampe juga deh di hari Senin. Hari terakhir kita di KL, untuk jadwal kembali pulang ke Jakarta jam 4 PM waktu KL. As well as always, sebelum start kegiatan hari ini kita sarapan dulu di hotel. Jam 9 pagi kita udah bikin rencana ke daerah Mesjid India, atau bisa dibilang little India-nya KL, tepatnya sebelah utara Kuala Lumpur.

Sepanjang perjalanan gue bisa liat gabungan antara bangunan kuno dan modern, teratur rapih dan bersih terawatt disebelah kiri dan kanan. KL udah sadar betul kalo bangunan-bangunan kuno peninggalan masa kolonial sebagai asset yang sangat-sangat berharga. Jadi keliatan banget perawatan yang diberikan betul-betul serius. Dan mayoritas bangunan itu juga masih sangat layak untuk digunakan.

Yang paling stands out, menurut gue itu gedung kementrian kebudayaan Malaysia. Perpaduan arsitektur timur tengah dan eropa kental banget. Beranda-nya mirip pilar-pilar Masjid nabawi, sedangkan balkon atas khas bangunan eropa, khususnya Inggris. Hal ini juga yang patut di contoh dari Malaysia, preservasi bangunan bersejarah yang jumlahnya juga cukup banyak di Jakarta, terutama di daerah Kota Lama.

Anyway, setelah sempet terjebak macet di beberapa jalan protokol, karena hari senin udah masuk hari normal kerja dan beragam aktivitas warga KL; sekitar 40 menit kemudian kita udah sampe di daerah Mesjid India. Kawasan Mesjid India semacam pasar garmen terbesar di KL. Barang-barang yang dijual disini nggak jauh-jauh dari keperluan baju dan bahan-bahan kain beragam kualitas, mulai dari sutra mahal hingga kain sulam Malaysia.

Gue sendiri khusus nyempetin kesini untuk nyari baju khas makcik Malaysia itu, baju muslimah mirip gamis longgar stelan dua potong; dengan atasan dan bawahan rok. Tapi ternyata harga baju makcik yang udah jadi disana mahal banget, beda jauh sama harga bahan yang relatif jauh lebih miring. Kata mbak penjaga toko-nya yang aseli orang Kendal, Jawa Tengah; yang bikin mahal itu ongkos tukang jahitnya. Lumayan juga jadi tukang jahit dong di KL..hehe

Mari pulang.. marilah pulaang.. ;)
Jam satu siang kita udah last checked barang bawaan di kamar hotel dan check-out 30 menit kemudian. Kendaraan menuju KLIA pun Alhamdulillah udah nunggu di lobby, karena rekan bisnis kakak gue itu dengan baik hati mengirim supirnya untuk anter kita ke airport. Jam 2 PM berangkat dari hotel dan 30 menit setelah itu kita udah sampe di airport. Keperluan check-in airport dan keperluan bagasi yang sudah ‘beranak-pinak’ makan waktu gak lebih dari 15 menit. Sekitar jam 3 PM gue dan rombongan udah duduk manis di Gate H untuk menanti keberangkatan flight MH 714 tujuan Jakarta.

Alhamdulillah penerbangan berjalan dengan lancar, dan akhirnya mendarat mulus di cengkareng sekitar jam 7.30 malam WIB. Kembali lagi ke kampung halaman, langsung disambut lagi sama kesemerawutan dan kemacetan yang nggak kunjung bisa dirubah.
Tentunya ada banyak banget hal yang bisa kita bawa pulang dari travel yang kita lakukan, termasuk travelling gue yang terakhir ini ke Malaysia. Selain oleh-oleh cinderamata, barang belanjaan atau foto-foto penuh kenangan; dari setiap perjalanan kita, terutama travel abroad kemana pun tujuannya. Ada banyak pengalaman, wawasan, dan cerita yang bisa kita bawa pulang. Semoga masih ada kesempatan berikutnya untuk gue bisa berkunjung ke Negara lain.. see you at the next trip!!