Monday 29 September 2008

Malaysia Takut Musik Indonesia











Selisih waktu antara posting tulisan saya ini dengan yang terakhir terbilang cukup jauh, sampai-sampai membatin, "sebetulnya niat nggak sih buat blogspot?" hehe. Apalagi blog-nya sendiri diembel-embeli nama Atmosfer Kata-Kata, kalo gak pernah ditambah kata-kata yaa atmosfer-nya hampa udara toh? sak isi-isinya malah bisa jadi mati semua...

Yasudah, minta maaf terutama kepada diri saya sendiri deh untuk inkonsistensinya, abis menjelang 15 hari terakhir bulan puasa pekerjaan rasanya di-akselerasi untuk bisa selesai sebelum libur yang cuman berumur seminggu itu. Giliran masuk libur, ada aja keperluan keluarga yang sifatnya cicilan. Entah antar-jemput kesana-kemari, buka dirumah anu atau dirumah uni, macam-macam. Sebut saja kalau belakangan ini sedang agak sibuk, kalau ndak mau dibilang sedang malas menulis, fiiuuuuh..

Nah, sekarang saya punya obrolan yang mungkin menarik (mungkin juga nggak) untuk bisa kita diskusikan bareng. Ceritanya tentang kekhawatiran sejumlah seniman dan musisi asal Negeri Jiran terhadap masivitas perkembangan industri musik Indonesia, yang ikut berdampak pada iklim permusikan Malaysia.

Sebuah kelompok yang menamakan dirinya wartawan (nama yang aneh untuk suatu perkumpulan seniman musik) mendatangi kementrian budaya Malaysia dan minta dibuatkan kebijakan resmi berbentuk undang-undang atau peraturan dari pemerintah yang isinya membatasi pemutaran dan peredaran lagu-lagu Indonesia yang diputar di radio dan televisi Malaysia. Mereka beralasan bahwa jumlah hits-hits yang berasal dari Indonesia, kian waktu kian mengancam keberadaan industri musik Malaysia yang saat ini makin ditinggalkan anak-anak muda Malaysia. iiiih.. Males banget nggak si looh dengernya?!

Jujur aja nih, begitu saya membaca ulasan ini di harian umum Media Indonesia, saya kok jadi geli sendiri aja.. Najis bgt deh! Cocok sekali dengan pribahasa "" Buruk rupa jangan kaca dibelah", apa mereka (wartawan_pen) nggak sadar (baca: malu) kalo secara nggak langsung mereka terang-terangan menyampaikan ketidakmampuan, ketidakberdayaan, kelemahan, bahkan kekalahan dalam berkompetisi dengan industri musik negara tetangga (baca: Indonesia Raya yang selalu kucintai, hehe..) hingga mengemis kebijakan kepada pemerintahnya untuk membatasi, hingga restriksi masuknya hasil karya musisi Indonesia. Menurut saya tindakan seperti ini sangat buruk dan ndak mendidik terutama bagi sosialisasi perilaku pikir generasi muda Malaysia itu sendiri. Loh memangnya kenapa?

Pertama, jelas sekali kita ini hidup dalam kultur kompetisi yang sangat keras, inovasi dan kreativitas makin jadi tuntutan yang ' nggak bisa nggak!'. Apalagi kalo bicara dalam konteks industri, apapun lahan garap-nya tidak terkecuali industri musik. Unsur kreativitas dan produktivas karya dari kreatornya menjadi sangat penting. Jangan kalo nggak kreatif dan nggak produktif malah main gusur dan main sikut macam begini, najis bgt deh!

Kalo temen-temen ingat musisi pop-rock kawakan asal Malaysia, Amy Search. Ternyata si 'Isabella adalah..' ikutan juga berpendapat soal rame-rame masalah ini. Katanya dengan nada yang sedikit kecewa, Kuala Lumpur khususnya dan Malaysia secara umum tidak ubahnya seperti kota Jakarta kalo udah lewat jam 10 malam. Kenapa? Karena begitu kita 'stel' radio, hampir 90%-nya lagu-lagu hits Indonesia yang diputer disana. Band-band langganan macam Peterpan, GIGI, Ungu, DEWA 19, Nidji dan SO7 tetep jadi top request. Terus kenapa baru jam 10? Cuma itung-itungan pengelola radio aja, yaah bisa dibilang jaga sikaplah supaya nggak terlalu ngelunjak kesan-nya. Anak-anak muda juga udah pada duduk rapih begitu hampir jam 10-an. Arus SMS yang isinya pesan-pesan lagu dan kirim-kirim pantun maupun salam mulai membanjir.

Fenomena seperti itu yang menimbulkan kekhawatiran kelompok pemerhati musik Malaysia tadi. Mereka nggak mau mencontoh Singapura yang sudah sama sekali kehilangan musisi lokal yang bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Menurut kelompok Wartawn itu, kalau kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka kehancuran musik Malaysia tinggal urusan menunggu waktu saja.

Coba sedikit lagi kita berpikir, (ternyata) betapa kuat solidaritas dan kekuatan elemen bangsa Malaysia yang coba melakukan langkah antisipasi terhadap suatu keadaan yang diperkiraan akan terjadi di waktu akan datang. Suatau kondisi yang belum terjadi, bahkan kepastiannya untuk bakal terjadinya pun belum tentu. Nah, apa mungkin elemen musik Indonesia bisa mencontoh hal ini? Tentu bukan mencontoh untuk melarang musik ini atau musik itu, tapi mungkinkah kita bisa berkumpul jadi satu yang bertujuan melindungi karya musik anak bangsa?

Jangankan memikirkan bagaimana bentuk industri musik Indonesia masa depan, mengurusi masalah pembajakan pun mulai dari jaman baheula belum ada kemajuannya. Undang-undang perlindungan karya musik memang ada, tapi implementasinya di lapangan masih NOL besar! Walaupun hebatnya musisi Indonesia, segila apapun karya-nya dibajak, tapi hasrat bermusik tidak pernah surut. Coba kalo musisi Indonesia mogok masal, wah pasti besar sekali ekses-nya ke industri musik Indonesia secara makro.

Belum lagi ada statement-statement yang entah kenapa, tapi menurut saya sifatnya sangat tidak produktif. Terutama dari 'band-band indie' yang menjelek-jelek-kan band-band lain yang dianggap musik sampah. Band macam Kangen Band, ST12, MATTA band, Radja dan semacamnya itu dianggap menghambat peningkatan kualitas musik dalam negeri baik dari aspek kreator sekaligus pendengarnya. Tapi apa lacur, angka penjualan 'band-band sampah' tadi sampai tembus level double platinum atau minimal 250 ribu keping, fantastis!

Saya jadi khawatir, ada kecemburuan dari band-band indie tentang realitas kesuksesan band-band yang menurut mereka secara musikalitas sangat jauh dibawah standar itu. Mudah-mudahan sih nggak, karena kalo melihat track record band indie yang selalu "jujur" dalam bermusik. Mudah-mudahan! tujuannya murni dan cuma satu, supaya kualitas musik dalam negeri makin meningkat lagi.

Teman-teman, kita memang boleh berbangga dong ternyata hasil karya musisi dalam negeri dihargai dan mampu meng-invasi industri musik negara tetangga, seperti Malaysia. Tapi bukan berarti puas, sebaliknya nih karya-karya dalam negeri mesti tambah oke kedepannya.


Maju Terus Musisi Indonesia..!

2 comments:

The power of mine said...

Seru banget nih temanya,, :D Karena agak2 gimana gitu ma malysia, hehehehe pengalaman pribadi , hihihihihi :D

Btw sekedar kasih pendapat aja, btw ini pure pendapat pribadi jadi harap maklum yah..

Sebenarnya kalo aq pribadi menanggapi hal ini lebih netral2 aja, karena tiap negara pastinya punya kebijakan / otoritas tertentu untuk melindungi negaranya termasuk didalamnya produk2 atau kebudayaan malaysia. Memang sih, kalo dari lagu, malaysia kayaknya kurang terpengaruh influence2 dari luar, jadi terkesan masih alami banget lagunya, bahkan terkesan kurang kreatif dan kurang mengikuti perkembangan pasar. masukan untuk musisi Malaysia kayaknya kalo industri musik mau maju harus ngikutin perkembangan pasar maunya gimana deh...

Tapi kalo kebijakan untuk melindungi industri musik malaysia sih menurut aq sah2 aja, walaupun terkesan kurang sportif menanggapi persaingan. Ini hampir mirip ma orang2 jepang yang gak mau budaya Jepang terlalu terpengaruh oleh budaya luar, dengan tidak terlalu memperdalam bahasa inggris sebagai bahasa internasional. Mereka cukup punya harga diri, kalo emang ada film luar negri masuk jepang, mereka memilih "membahasa jepangkan film itu".

Tapi kalo menurut aq hal ini seperti sifat kepingan mata uang logam, ada dua sisi. Ada sisi baiknya ada sisi buruknya, tergantung kita mau lihat sisi yang sebelah mana, atau kita mau melihat itu semua menjadi sebuah kesatuan yang utuh yaitu Kepingan uang Logam itu sendiri.

Mau lagi doonk Tulisannyaaa.. Ditunggu yah.. :D

atmosfer kata-kata said...

wow.. ini baru komen! hehe
itu knp kolom komen dinamain diskusi, supaya yg baca bisa puas berpendapat dan jadi ajang tanya jawab.

oke, analogi mata uang-nya emang cocok banget.. nggak ada yang absolut juga kan di kolong langit ini :p sok tau-nya gue!

soal proteksi seniman dalam negeri sih sah-sah aja, secara sebagai bangsa plagiasi budaya; mungkin mereka udah cukup belajar supaya membuat industri kesenian mereka steril, nggak terkontaminasi sama "saingan-nya" itu (baca: Indonesia)

pelajaran untuk bangsa kita nih, berapa banyak budaya yang udah dirampas tapi belum juga bisa signifikan sumbang kontribusi selain dari TKI-nya doang.. itu juga banyak yg dilecehin

yasudah deh, yang penting musik Indonesia semoga bisa terus jadi tuan rumah di negara-nya sendiri yaaah..

thanks =D